Solopos.com, SOLO. Selama ini mungkin banyak orang tak sadar telah boros dalam penggunaan energi, terutama listrik. Dosen Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Alpha Febela Priyatmono, menyebut ada penelitian yang menjelaskan bahwa 60% energi listrik habis digunakan untuk pendingin ruangan (AC). Alpha juga menjelaskan penelitian lembaga kerja sama internasional Jerman, GTZ, yang dilakukan di tiga home industry di Laweyan, Solo, beberapa waktu lalu. Dalam penelitian itu, GTZ menemukan pemborosan energi di tiga industri rumahan itu mencapai Rp25 juta/tahun.
“Hampir setiap rumah di Solo memiliki AC. Masyarakat belum sadar tentang pemborosan energi itu. Untuk mengatasi pemborosan itu salah satunya dengan mendesain ruangan tanpa AC. Selain memperbanyak tritisan, desain atap bisa dikonsep roof garden. Konsep atap seperti ini memang mahal. Ada yang ekonomis yakni dengan membuat model atap berongga, seperti atap rumah kampung. Bukan bentuk atap rumah minimalis yang cenderung datar,” ujar Alpha saat dijumpai Espos di kediamannya, Rabu (10/7).
Roof garden merupakan desain atap yang tidak menggunakan genteng. Genteng diganti dengan tanaman rumput-rumputan. Pada desain atap ini membutuhkan konstruksi yang kedap air. Dengan roof garden, ruangan di bawahnya bisa sejuk dan tidak perlu AC. Untuk menghemat energi, menurut Alpha, dinding luar bisa dibuat bertekstur agar bisa untuk merambat tanaman. Selain itu, bisa menambahkan tumbuhan besar untuk melindungi dinding dari sinar matahari. Dengan cara itu, ruangan diharapkan bisa nyaman dan tidak gerah.
“Bisa juga dengan membuat vertical garden di teras atau di samping rumah, yakni sebuah taman yang disusun secara vertikal. Semua penerapan ramah lingkungan itu butuh edukasi sejak dini agar kesadaran mendesain rumah ramah lingkungan terwujud. Bila perlu materi ramah lingkungan ini masuk dalam kurikulum sekolah dasar (SD). Untuk menumbuhkan kesadaran tentang konsep hijau ini memang seperti memutus generasi,” tambahnya.
Arsitek Rumah Rempah Karya Colomadu, Karanganyar, Paulus Mintarga, memberikan teknik yang berbeda untuk mereduksi sinar matahari, yakni dengan membuat secondary skin atau lapisan kulit kedua. “Secondary skin ini bisa berupa dinding tembok. Jadi kayak ada semacam koridor yang memisahkan ruang dengan dinding luar. Sebenarnya caranya bisa macam-macam, yang penting sinar matahari tidak langsung kena tembok rumah,” tuturnya.
Arsitek Solo, Dian Ariffianto, pun memiliki teknik yang berbeda. Ia memasukkan bahan styrofoam pada konstruksi dinding. Dian menganalogikan seperti termos dingin atau termos panas. Tempat itu berfungsi untuk mempertahankan suhu di dalam ruangan agar tetap panas atau dingin. “Dengan bahan styrofoam itu ruangan dipertahankan agar tetap nyaman, tidak panas,” imbuhnya.
(Tri Rahayu/JIBI/Solopos)
Griya190.com, SOLO – Jika investor membeli properti yang tertekan, salah satu jalan keluarnya yakni melakukan…
Griya190.com, SOLO – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mewajibkan para pengembang menggunakan produk…
Griya190.com, SOLO – Jika kamu sudah berniat menjual rumah pada waktu dekat, maka kamu perlu…
Griya190.com, SOLO – Demi mendukung pemulihan sektor properti khususnya perumahan, pemerintah menggagas beberapa cara. Salah satu…
Griya190.com, SOLO – Feng shui atau kepercayaan pengoptimalan energi positif dari unsur bumi, ternyata dapat…
Copyright © 2019 Griya190.com. All rights reserved.